YOUTUBE KRONOLOGIS KONFLIK SABAH VS MALAYSIA. Sekitar 200 orang pengikut Kesultanan Sulu, Filipina selatan masih bertahan di wilayah Sabah, Malaysia. Sultan Sulu Jamalul Kiram III menegaskan, para pengikutnya pergi ke Sabah untuk menetap di tanah mereka sendiri, bukan untuk melancarkan perang. Putri Jacel Kiram, putri Sultan Sulu Jamalul Kiram III asal Filipina selatan mempertegas hal ini.
Dikatakannya, wilayah Borneo Utara atau yang kini disebut Sabah oleh pemerintah Malaysia adalah milik Kesultanan Sulu.
"Kami pemilik tanah Borneo Utara, yang meminta para penyewa untuk mengosongkan properi yang disewa," kata Putri Jacel seperti dilansir media Filipina, Phil Star, Kamis (7/3/2013).
Putri Sultan Sulu itu pun menyinggung tentang Perjanjian Manila (Manila Accord) yang disaksikan oleh mendiang Presiden RI Soekarno pada tahun 1963. Dicetuskan Jacel, Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak harusnya mengingat soal perjanjian yang mengatur tentang klaim Kesultanan Sulu atas Sabah tersebut.
"Jika Anda (Najib) tahu bagaimana membaca sejarah, tidak kurang dari yang mulia Tunku Abdul Rahman menandatangani perjanjian dengan Presiden Diosdado Macapagal, yang disaksikan oleh Presiden Indonesia Soekarno pada 1963, yakni Perjanjian Manila di mana klaim kesultanan Sulu tak boleh dirugikan dalam pembentukan negara federal Malaysia," ujar Jacel.
Dikatakan Kiram, sebagian besar anggota tentara Kesultanan Sulu yang kini berada di Sabah adalah para nelayan dan petani yang merasakan sulitnya kehidupan di Filipina. Para nelayan dan petani itu secara sukarela bergabung dengan tentara Kesultanan Sulu di bawah pimpinan adik laki-laki Kiram, Raja Muda Agbimuddin Kiram.
"Anda tak bisa menyalahkan orang-orang ini yang pergi ke sana untuk membantu adik saya," ujar Kiram seperti dilansir media Filipina, Phil Star, Kamis (7/3/2013). "Dia pergi ke sana atas perintah saya namun bukan untuk berperang melainkan untuk menetap di sana," imbuh Sultan Sulu tersebut.
Menurut Kiram, adiknya dan para pengikutnya saat ini dalam kondisi aman di persembunyian mereka di Sabah, meski mereka terus dikejar aparat Malaysia.
Sekitar 200 orang pengikut Sultan Sulu tiba di Sabah pada 9 Februari lalu untuk mengklaim daerah itu sebagai milik leluhur mereka berdasarkan dokumen-dokumen sejarah. Hingga saat ini mereka masih berada di wilayah tersebut dan operasi pengejaran pun terus dilakukan otoritas Malaysia untuk menangkap mereka.
Sedikitnya 27 orang telah tewas di Sabah dalam bentrokan antara aparat polisi Malaysia dan kelompok bersenjata tersebut. Di antara para korban tewas termasuk 8 polisi Malaysia, yang beberapa di antaranya dimutilasi.
Pemerintah Malaysia menolak usulan gencatan senjata yang disampaikan Sultan Sulu asal Filipina selatan. Malaysia pun meminta semua pengikut Sultan Sulu yang kini berada di Sabah agar menyerah tanpa syarat.
"Gencatan senjata sepihak tidak diterima oleh Malaysia kecuali para militan menyerah tanpa syarat," tegas Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi lewat akun Twitter miliknya, seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (7/3/2013).
"Jangan percaya pada tawaran gencatan senjata dari Jamalul Kiram. Demi kepentingan warga Sabah dan semua warga Malaysia, usir semua militan tersebut," cetus Zahid.
Sebelumnya, Sultan Sulu Jamalul Kiram III telah mengumumkan gencatan senjata sepihak dan meminta otoritas Malaysia untuk melakukan hal serupa. Kiram beralasan pihaknya butuh waktu untuk menguburkan belasan pengikutnya yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan Malaysia pada Jumat, 1 Maret lalu.
Kiram telah mengirimkan sekitar 200 orang pengikutnya ke Sabah pada 9 Februari lalu untuk mengklaim tanah, yang berdasarkan dokumen sejarah merupakan milik leluhur mereka. Setidaknya 28 orang, terdiri dari 20 militan dan 8 polisi Malaysia telah tewas sejak krisis Sabah pecah tiga pekan lalu.
Pemerintahan PM Malaysia Najib Razak telah berupaya membujuk para pengikut Sultan Sulu tersebut agar kembali ke Filipina. Namun upaya itu gagal. Najib pun kemudian memerintahkan serangan udara dan darat untuk menangkap mereka. Hingga saat ini operasi pengejaran masih terus dilakukan.
Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Filipina Albert del Rosario juga setuju dengan sebutan para teroris itu.
Rosario yang disertai Dubes Filipina untuk Kuala Lumpur J. Eduardo Malaya telah menemui Menlu Malaysia Sri' Anifah Aman dan Menteri Pertahanan Malaysia Dr. Ahmad Zamid Hamidi dan pejabat-pejabat Malaysia lainnya untuk membahas krisis Sabah.
"Malaysia menganggap kelompok ini sebagai teroris menyusul kekejaman dan kebrutalan yang mereka lakukan dalam pembunuhan personel keamanan Malaysia, dua orang di Lahad Datu dan enam orang di Semporna, Sabah. Menteri Rosario setuju bahwa kelompok ini harus disebut sebagai teroris," demikian disampaikan Anifah dalam pernyataan yang diposting di situs Kementerian Luar Negeri Malaysia seperti dilansir News.com.au, Kamis (7/3/2013).
"Malaysia perlu klarifikasi mengenai hukum yang mana para teroris ini akan diadili di Filipina, dan agar hukum itu dipelajari oleh Jaksa Agung Malaysia. Saya juga menekankan bahwa tindakan perlu diambil terhadap Jamalul Kiram atas banyak statemennya yang memicu kebencian dan kekerasan," imbuh Anifah.
Jamalul Kiram adalah Sultan Sulu yang mengirimkan sekitar 200 orang pengikutnya ke Sabah sekitar 3 pekan lalu. Mereka datang untuk mengklaim Sabah sebagai milik leluhur mereka berdasarkan dokumen-dokumen sejarah.
Kiram menentang keras sebutan teroris untuk para pengikutnya. Menurutnya, mereka hanya berjuang demi hak-hak historis mereka atas wilayah Borneo Utara, yang sekarang disebut sebagai Sabah oleh pemerintah Malaysia.
Kiram selaku Sultan Sulu telah mengutus adik laki-lakinya, Raja Muda Agbimuddin ke Sabah beserta sekitar 200 orang pengikutnya untuk menuntut hak dan pengakuan dari Malaysia. Namun mereka diperintahkan oleh pemerintah Malaysia dan Filipina untuk menyerah dan kembali ke tanah mereka di Filipina selatan.
Detail mengerikan muncul seputar kematian beberapa polisi Malaysia dalam bentrokan dengan kelompok bersenjata Filipina di Sabah, Malaysia. Para polisi itu dimutilasi, bahkan salah satunya dipenggal oleh para pengikut Sultan Sulu asal Filipina. Namun otoritas Malaysia hanya merilis detail minim mengenai insiden tersebut.
Mutilasi itu terjadi di sebuah desa dekat kota Semporna, Sabah pada 2 Maret lalu. Atau tiga hari sebelum militer Malaysia melancarkan serangan udara dan darat terhadap kelompok bersenjata, yang bersembunyi di areal perkebunan kelapa sawit, sekitar 150 kilometer dari kota Lahad Datu.
Dalam insiden di Semporna itu, enam polisi Malaysia tewas secara mengenaskan. Kematian mereka mengguncang otoritas Malaysia dan menjadi pemicu bagi Perdana Menteri Malaysia Najib Razak untuk mengerahkan 7 batalyon tentara ke Sabah guna mengalahkan para militan.
Demikian diungkapkan sumber-sumber seperti diberitakan Sydney Morning Herald, Kamis (7/3/2013).
Dalam insiden Semporna, sekelompok polisi Malaysia yang berjumlah 19 orang diserang para militan saat mereka berpatroli di desa Simunul, sekitar dua kilometer dari Semporna. Menurut media lokal, Borneo Insider, beberapa polisi yang berhasil ditangkap, kemudian disiksa dan tubuh mereka dimutilasi. Bahkan salah satunya dipenggal.
"Ini bertentangan dengan agama kami untuk memenggal seseorang. Itu mengerikan, sangat kejam," cetus Azmi, seorang nelayan yang tinggal dekat desa Simunul.
Lebih dari 200 orang pengikut Sultan Sulu tiba di Sabah dengan menaiki kapal sekitar tiga pekan lalu. Mereka mengklaim sebagai pemilik sah wilayah Sabah. Hingga saat ini mereka masih berada di wilayah tersebut dan operasi pengejaran pun terus dilakukan otoritas Malaysia untuk menangkap mereka.
Dikatakannya, wilayah Borneo Utara atau yang kini disebut Sabah oleh pemerintah Malaysia adalah milik Kesultanan Sulu.
"Kami pemilik tanah Borneo Utara, yang meminta para penyewa untuk mengosongkan properi yang disewa," kata Putri Jacel seperti dilansir media Filipina, Phil Star, Kamis (7/3/2013).
Putri Sultan Sulu itu pun menyinggung tentang Perjanjian Manila (Manila Accord) yang disaksikan oleh mendiang Presiden RI Soekarno pada tahun 1963. Dicetuskan Jacel, Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak harusnya mengingat soal perjanjian yang mengatur tentang klaim Kesultanan Sulu atas Sabah tersebut.
"Jika Anda (Najib) tahu bagaimana membaca sejarah, tidak kurang dari yang mulia Tunku Abdul Rahman menandatangani perjanjian dengan Presiden Diosdado Macapagal, yang disaksikan oleh Presiden Indonesia Soekarno pada 1963, yakni Perjanjian Manila di mana klaim kesultanan Sulu tak boleh dirugikan dalam pembentukan negara federal Malaysia," ujar Jacel.
Dikatakan Kiram, sebagian besar anggota tentara Kesultanan Sulu yang kini berada di Sabah adalah para nelayan dan petani yang merasakan sulitnya kehidupan di Filipina. Para nelayan dan petani itu secara sukarela bergabung dengan tentara Kesultanan Sulu di bawah pimpinan adik laki-laki Kiram, Raja Muda Agbimuddin Kiram.
"Anda tak bisa menyalahkan orang-orang ini yang pergi ke sana untuk membantu adik saya," ujar Kiram seperti dilansir media Filipina, Phil Star, Kamis (7/3/2013). "Dia pergi ke sana atas perintah saya namun bukan untuk berperang melainkan untuk menetap di sana," imbuh Sultan Sulu tersebut.
Menurut Kiram, adiknya dan para pengikutnya saat ini dalam kondisi aman di persembunyian mereka di Sabah, meski mereka terus dikejar aparat Malaysia.
Sekitar 200 orang pengikut Sultan Sulu tiba di Sabah pada 9 Februari lalu untuk mengklaim daerah itu sebagai milik leluhur mereka berdasarkan dokumen-dokumen sejarah. Hingga saat ini mereka masih berada di wilayah tersebut dan operasi pengejaran pun terus dilakukan otoritas Malaysia untuk menangkap mereka.
Sedikitnya 27 orang telah tewas di Sabah dalam bentrokan antara aparat polisi Malaysia dan kelompok bersenjata tersebut. Di antara para korban tewas termasuk 8 polisi Malaysia, yang beberapa di antaranya dimutilasi.
Pemerintah Malaysia menolak usulan gencatan senjata yang disampaikan Sultan Sulu asal Filipina selatan. Malaysia pun meminta semua pengikut Sultan Sulu yang kini berada di Sabah agar menyerah tanpa syarat.
"Gencatan senjata sepihak tidak diterima oleh Malaysia kecuali para militan menyerah tanpa syarat," tegas Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi lewat akun Twitter miliknya, seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (7/3/2013).
"Jangan percaya pada tawaran gencatan senjata dari Jamalul Kiram. Demi kepentingan warga Sabah dan semua warga Malaysia, usir semua militan tersebut," cetus Zahid.
Sebelumnya, Sultan Sulu Jamalul Kiram III telah mengumumkan gencatan senjata sepihak dan meminta otoritas Malaysia untuk melakukan hal serupa. Kiram beralasan pihaknya butuh waktu untuk menguburkan belasan pengikutnya yang tewas dalam bentrokan dengan pasukan Malaysia pada Jumat, 1 Maret lalu.
Kiram telah mengirimkan sekitar 200 orang pengikutnya ke Sabah pada 9 Februari lalu untuk mengklaim tanah, yang berdasarkan dokumen sejarah merupakan milik leluhur mereka. Setidaknya 28 orang, terdiri dari 20 militan dan 8 polisi Malaysia telah tewas sejak krisis Sabah pecah tiga pekan lalu.
Pemerintahan PM Malaysia Najib Razak telah berupaya membujuk para pengikut Sultan Sulu tersebut agar kembali ke Filipina. Namun upaya itu gagal. Najib pun kemudian memerintahkan serangan udara dan darat untuk menangkap mereka. Hingga saat ini operasi pengejaran masih terus dilakukan.
Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Filipina Albert del Rosario juga setuju dengan sebutan para teroris itu.
Rosario yang disertai Dubes Filipina untuk Kuala Lumpur J. Eduardo Malaya telah menemui Menlu Malaysia Sri' Anifah Aman dan Menteri Pertahanan Malaysia Dr. Ahmad Zamid Hamidi dan pejabat-pejabat Malaysia lainnya untuk membahas krisis Sabah.
"Malaysia menganggap kelompok ini sebagai teroris menyusul kekejaman dan kebrutalan yang mereka lakukan dalam pembunuhan personel keamanan Malaysia, dua orang di Lahad Datu dan enam orang di Semporna, Sabah. Menteri Rosario setuju bahwa kelompok ini harus disebut sebagai teroris," demikian disampaikan Anifah dalam pernyataan yang diposting di situs Kementerian Luar Negeri Malaysia seperti dilansir News.com.au, Kamis (7/3/2013).
"Malaysia perlu klarifikasi mengenai hukum yang mana para teroris ini akan diadili di Filipina, dan agar hukum itu dipelajari oleh Jaksa Agung Malaysia. Saya juga menekankan bahwa tindakan perlu diambil terhadap Jamalul Kiram atas banyak statemennya yang memicu kebencian dan kekerasan," imbuh Anifah.
Jamalul Kiram adalah Sultan Sulu yang mengirimkan sekitar 200 orang pengikutnya ke Sabah sekitar 3 pekan lalu. Mereka datang untuk mengklaim Sabah sebagai milik leluhur mereka berdasarkan dokumen-dokumen sejarah.
Kiram menentang keras sebutan teroris untuk para pengikutnya. Menurutnya, mereka hanya berjuang demi hak-hak historis mereka atas wilayah Borneo Utara, yang sekarang disebut sebagai Sabah oleh pemerintah Malaysia.
Kiram selaku Sultan Sulu telah mengutus adik laki-lakinya, Raja Muda Agbimuddin ke Sabah beserta sekitar 200 orang pengikutnya untuk menuntut hak dan pengakuan dari Malaysia. Namun mereka diperintahkan oleh pemerintah Malaysia dan Filipina untuk menyerah dan kembali ke tanah mereka di Filipina selatan.
Detail mengerikan muncul seputar kematian beberapa polisi Malaysia dalam bentrokan dengan kelompok bersenjata Filipina di Sabah, Malaysia. Para polisi itu dimutilasi, bahkan salah satunya dipenggal oleh para pengikut Sultan Sulu asal Filipina. Namun otoritas Malaysia hanya merilis detail minim mengenai insiden tersebut.
Mutilasi itu terjadi di sebuah desa dekat kota Semporna, Sabah pada 2 Maret lalu. Atau tiga hari sebelum militer Malaysia melancarkan serangan udara dan darat terhadap kelompok bersenjata, yang bersembunyi di areal perkebunan kelapa sawit, sekitar 150 kilometer dari kota Lahad Datu.
Dalam insiden di Semporna itu, enam polisi Malaysia tewas secara mengenaskan. Kematian mereka mengguncang otoritas Malaysia dan menjadi pemicu bagi Perdana Menteri Malaysia Najib Razak untuk mengerahkan 7 batalyon tentara ke Sabah guna mengalahkan para militan.
Demikian diungkapkan sumber-sumber seperti diberitakan Sydney Morning Herald, Kamis (7/3/2013).
Dalam insiden Semporna, sekelompok polisi Malaysia yang berjumlah 19 orang diserang para militan saat mereka berpatroli di desa Simunul, sekitar dua kilometer dari Semporna. Menurut media lokal, Borneo Insider, beberapa polisi yang berhasil ditangkap, kemudian disiksa dan tubuh mereka dimutilasi. Bahkan salah satunya dipenggal.
"Ini bertentangan dengan agama kami untuk memenggal seseorang. Itu mengerikan, sangat kejam," cetus Azmi, seorang nelayan yang tinggal dekat desa Simunul.
Lebih dari 200 orang pengikut Sultan Sulu tiba di Sabah dengan menaiki kapal sekitar tiga pekan lalu. Mereka mengklaim sebagai pemilik sah wilayah Sabah. Hingga saat ini mereka masih berada di wilayah tersebut dan operasi pengejaran pun terus dilakukan otoritas Malaysia untuk menangkap mereka.
Link Artikel: http://beritainfosehat.blogspot.com/2013/03/youtube-kronologis-konflik-sabah-vs.html
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
No comments:
Post a Comment