Info Dunia Kehidupan Artis dan Tips Kesehatan Terbaru 2015

[FOTO] ISI SURAT KPK KEPADA DPR PEMBAHASAN RUU KUHP 2014 Surat Keberatan Ketua KPK untuk SBY Terkait RUU KUHP

Cara Cepat Hamil Alami Rahasia Dokter

[FOTO] ISI SURAT KPK KEPADA DPR PEMBAHASAN RUU KUHP 2014 Surat Keberatan Ketua KPK untuk SBY Terkait RUU KUHP. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melayangkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menarik kembali Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana dan Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana yang saat ini tengah dibahas oleh DPR.

ISI SURAT KPK KEPADA DPR PEMBAHASAN RUU KUHP 2014 Surat Keberatan Ketua KPK untuk SBY Terkait RUU KUHP

Dalam surat yang ditandangani oleh Ketua KPK Abraham Samad, bernomor B-346/01-55/02/2014 tanggal 17 Februari 2014 disebutkan bahwa alasan KPK meminta RUU itu dicabut kembali, karena masa kerja DPR saat ini tinggal dua bulan lagi. Sehingga, tidak bisa dilakukan pembahasan dengan serius. Padahal kedua RUU itu mencapai 1.000 pasal.

"Untuk itu pemerintah perlu menarik kembali RUU KUHAP dan RUU KUHP dari DPR dan menyerahkan pembahasannya kepada DPR baru periode 2014-2019," kata Abraham Samad salinan surat yang diperoleh wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 19 Februari 2014.

Selain itu, kata Abraham, pembahasan RUU KUHAP sebagai hukum pidana formil sebaiknya dilakukan setelah DPR yang baru periode 2014-2019 membahas, menyelesaikan dan mengesahkan RUU KUHP yang baru.

Surat yang dilayangkan KPK ini tak hanya ditujukan kepada DPR, tetapi kepada pemerintah. Tapi usulan KPK ini ditolak oleh anggota DPR yang tengah rapat untuk membahas RUU ini hari ini.

Menurut Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, surat ini dilayangkan karena ada isu bahwa RUU KUHP ini akan menggembosi kewenangan KPK.

"Dalam pembahasan ini DPR sangat tidak diuntungkan atas opini yang dibentuk. Kita diminta, sikap tegas suara mana yang kita dengar. Kita tidak ingin babak belur apalagi menjelang 2014, opini-opini ini berkembang. Tetapi tidak ada kejelasan dari pemerintah sendiri," kata Nasir.

Nudirman Munir Dukung Pembahasan

Sementara, anggota komisi III lainnya dari fraksi Golkar, Nudirman Munir, mengatakan bahwa pembahasan ini harus dilanjutkan. Jangan sampai, pembahasan RUU ini berhenti hanya karena terprovokasi atas opini penggembosan KPK. Padahal, kata dia, sudah disepakati bahwa UU KPK bersifat khusus atau lex specialis.

"Tidak ada keinginan pelemahan KPK," kata dia.

Selain itu, kata Nudirman, KUHP ini harus segera direvisi sebab, UU lama sangat kolonial di mana ada diskriminasi penegakan hukum.

"Penegak hukum bisa melanggar aturan tanpa ada sanksi, bahkan di daerah, perkara sudah putus tidak ada BAP bentuknya seperti apa. Dan ini tidak ada sanksi," ujar Nudirman.

Oleh karena itu, jika pembahasan ini dihentikan, maka rakyat yang akan dirugikan. "Selama ini rakyat dizalimi oleh polisi, jaksa, hakim tanpa mereka bisa melawan. Apa yang bisa kita lakukan kalau mereka terzolimi, kita tidak bisa apa-apa," tegasnya.

Atas perdebatan ini, pemerintah sendiri juga ingin pembahasan RUU KUHAP dan KUHP ini tetap dilanjutkan.

"Kami juga mendapat copy surat ini. RUU yang sedang dibahas hanya dapat diganti berdasarkan persetujuan DPR dan presiden. Catatan KPK boleh saja kita pakai sebagai masukan, RUU KUHP sudah dimulai dirancang. Sudah diganti beberapa profesor sebagai ketua. Bahkan Ketua KPK lama Ruki (Taufiqurahman Ruki) terlibat dalam (pembahasan) RUU KUHP," kata Dirjen HAM Kemenkumham Harkristuti Harkrisnowo.

Kemudian, rapat pembahasan RUU KUHAP dan KUHP ini dilanjutkan di komisi III DPR dengan membahas pasal per pasal.

Dirjen HAM Tersinggung dengan Sikap KPK Soal RUU KUHP

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mempelajari Rancangan Undang-Undang KUHP dan KUHAP.

Sebab, kata dia, Pemerintah dan DPR tidak bisa serta merta menghentikan pembahasan yang sudah puluhan tahun disusun dan melibatkan pakar, akademisi, LSM dan KPK yang diwakili oleh mantan ketua KPK Taufiqqurrahman Ruki.

"Dan ini memang ada beberapa perubahan teknis, ya kemudian 2012 diserahkan ke DPR. Tapi kan baru awal tahun ini mulai pembahasan. Jadi it's been a long time," kata Harkristuti di Gedung DPR, Jakarta di Rabu 19 Februari 2014.

Apalagi, menurutnya, dalam RUU KUHP itu banyak dibahas soal tindak pidana kejahatan lain selain korupsi. "KPK, apa dia bicara KDRT? Apa dia bicara tentang pelanggaran HAM? Nggak kan. Dia kan cuma korupsi. Jadi saya juga bertanya tanya kenapa dia harus meminta (dibatalkan)," kata dia.

Meski begitu, Harkristuti mengatakan, pihaknya sangat terbuka jika KPK ingin mempelajari soal pasal tentang korupsi. "Tapi kalau dia menghentikan proses nasional yang sudah berjalan sekian puluh tahun, saya menganggap bahwa dia (KPK) tidak mendukung pembangunan hukum," kata.

Menurut Harkristuti, tidak ada alasan yang masuk akal jika KPK meminta agar RUU KUHP itu ditarik kembali. "Kita kan punya 766 pasal, korupsi hanya dalam 2,3,4 pasal. Mengorbankan 99 persen pembicaraan pasal-pasal soal pidana hanya untuk memfasilitasi kebutuhan mereka. Gitu kan. Saya pribadi jadi agak tersinggung juga," kata dia.

Kata Harkristuti, waktu yang sempit juga tak bisa menjadi alasan untuk menghentikan pembahasan. Sebab, dalam membahas RUU KUHP ini, memang perlu dilakukan secara bertahap.

"Kita akan menyelesaikan buku 1, ada 100 sekian pasal. Nggak mungkinlah bisa kita selesaikan semua. Makanya kita sepakat untuk setahap demi setahap membahasnya. Kami menanganinya serius. Itu sudah berapa puluh tahun dikerjakan. Kalau ada usulan kenapa nggak dari dulu dimasukkan," tuturnya.

Untuk itu, pihaknya akan terus melanjutkan pembahasan RUU KUHP itu.

Ketua KPK Abraham Samad telah melayangkan surat kepada Pemerintah dan DPR agar menarik kembali RUU KUHP dan RUU KUHAP yang saat ini tengah dibahas oleh DPR.

Dalam surat yang ditandangani oleh Ketua KPK Abraham Samad, bernomor B-346/01-55/02/2014 tanggal 17 Februari 2014 disebutkan bahwa alasan KPK meminta RUU itu dicabut kembali, karena masa kerja DPR saat ini tinggal dua bulan lagi. Sehingga, tidak bisa dilakukan pembahasan dengan serius. Padahal kedua RUU itu mencapai 1.000 pasal.

"Untuk itu pemerintah perlu menarik kembali RUU KUHAP dan RUU KUHP dari DPR dan menyerahkan pembahasannya kepada DPR baru periode 2014-2019," kata Abraham Samad.

Usul KPK juga ditolak DPR


Usulan KPK itu ditolak oleh anggota DPR yang tengah rapat untuk membahas RUU ini hari ini. Menurut Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, surat ini dilayangkan karena ada isu bahwa RUU KUHP ini akan menggembosi kewenangan KPK.

"Dalam pembahasan ini DPR sangat tidak diuntungkan atas opini yang dibentuk. Kita diminta, sikap tegas suara mana yang kita dengar. Kita tidak ingin babak belur apalagi menjelang 2014, opini-opini ini berkembang. Tetapi tidak ada kejelasan dari pemerintah sendiri," kata Nasir.

Sementara, anggota komisi III lainnya dari fraksi Golkar, Nudirman Munir, mengatakan bahwa pembahasan ini harus dilanjutkan. Jangan sampai, pembahasan RUU ini berhenti hanya karena terprovokasi atas opini penggembosan KPK. Padahal, kata dia, sudah disepakati bahwa UU KPK bersifat khusus atau lex specialis.

"Tidak ada keinginan pelemahan KPK," kata dia.

Selain itu, kata Nudirman, KUHP ini harus segera direvisi sebab, UU lama sangat kolonial di mana ada diskriminasi penegakan hukum.

"Penegak hukum bisa melanggar aturan tanpa ada sanksi, bahkan di daerah, perkara sudah putus tidak ada BAP bentuknya seperti apa. Dan ini tidak ada sanksi," ujar Nudirman.

Oleh karena itu, jika pembahasan ini dihentikan, maka rakyat yang akan dirugikan. "Selama ini rakyat dizalimi oleh polisi, jaksa, hakim tanpa mereka bisa melawan. Apa yang bisa kita lakukan kalau mereka terzalimi, kita tidak bisa apa-apa," tegasnya.

Surat Keberatan Ketua KPK untuk SBY Terkait RUU KUHP


Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pemerintah untuk memperbaiki dan menarik kembali Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas di DPR hari ini, Rabu 19 Februari 2014.

Hal ini dikatakan Ketua KPK Abraham Samad dalam suratnya yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR bernomor B-346/01-55/02/2014 tertanggal 17 Februari 2014.

Dalam surat itu, KPK meminta pemerintah untuk memperbaiki RUU KUHP dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari buku II RUU KUHP. Termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang bersifat koruptif yang merupakan delik korupsi berdasarkan UU Tipikor saat ini.

"Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP juga perlu diperbaiki lebih dahulu, antara lain adanya ketentuan khusus untuk mendukung proses penegakan hukum atas kejahatan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya," kata Abraham dalam surat itu.

Selain itu, Abraham juga meminta agar pembahasan itu dihentikan dan dibahas oleh anggota DPR periode 2014-2019. Serta harus melibatkan seluruh lembaga penegak hukum, akademisi dan unsur masyarakat terkait.

Berikut surat dari KPK kepada DPR dan pemerintah:

No: B-346/01-55/02/2014
Sifat: segera
Lamp: 2 (dua) eksemplar
Perihal: Pandangan KPK atas pembahsan RUU KUHP dan RUU KUHAP

Yth: Presiden, Ketua DPR, pimpinan Komisi III, Menkumham, Panja RUU KUHP dan KUHAP.

Sehubungan dengan telah dilaksanakannya pembahasan atas RUU KUHP dan RUU KUHAP oleh DPR c.q Panja RUU KUHP dan RUU KUHAP bersama pemerintah saat ini, bersama ini kami sampaikan pandangan dan sikap KPK sesuai kajian yang telah kami lakukan (terlampir) sebagai berikut:

1. Revisi RUU adalah sebuah keniscayaan, maka harus ditujukan untuk kepentingan perbaikan atas materi perundang-undangan yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan publik atas kepastian hukum dan jaminan keadilan serta mendukung peran penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.

2. Pembahasan RUU KUHAP dan KUHP yang saat ini tengah dilakukan memerlukan pemikiran yang mendalam, utuh dan menjangkau kebutuhan akan perubahan. Pada kenyataannya masa kerja anggota DPR saat ini tersisa kurang lebih 100 hari kerja efektif, sehingga tidak mungkin dilakukan pembahasan secara serius dalam waktu yang begitu singkat, mengingat kedua RUU tersebut memiliki lebih dari 1000 pasal. Untuk itu pemerintah perlu menarik kembali RUU KUHAP dan KUHP dari DPR dan menyerahkan pembahasannya kepada DPR baru periode 2014-2019.

3. Pembahasan RUU KUHAP sebagai hukum pidana formil sebaiknya dilakukan setelah DPR yang baru periode 2014-2019 membahas, menyelesaikan dan mengesahkan RUU KUHP yang baru.

4. Meminta pemerintah untuk memperbaiki RUU KUHP dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari buku II RUU KUHP termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang bersifat koruptif yang merupakan delik korupsi berdasarkan UU Tipikor saat ini. Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP juga perlu diperbaiki lebih dahulu, antara lain adanya ketentuan khusus untuk mendukung proses penegakan hukum atas kejahatan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya.

5. Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tersebut oleh DPR periode 2014-2019 haruslah melibatkan seluruh lembaga penegak hukum, akademisi dan unsur masyarakat terkait.

Demikian kami sampaikan pandangan dan sikap KPK atas RUU KUHAP dan KUHP dimaksud. Kami sangat berharap agar penyusunan dan pembahasan suatu RUU lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara untuk mengatasi persoalan-persolan besar yang tengah dihadapi bangsa saat ini.

Pimpinan,
Abraham Samad (ketua)

Tembusan:
1. Mensesneg
2. Menkopolhukam
3. Dirjen perancangan perundangan kemenkumham


Ketua KPK Beberkan Poin Krusial yang Hilang di RUU KUHP


Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyatakan institusinya tidak sedang dalam posisi menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Namun, pembahasan RUU itu harus ditunda karena dinilai mengganggu pemberantasan korupsi yang sedang giat-giatnya dilakukan KPK.

Abraham pun membeberkan sejumlah poin krusial yang menjadi alasan institusinya mengajukan permohonan penundaan pembahasan kedua RUU tersebut dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPK, Jakarta, Rabu 19 Februari 2014.

"Dalam RUU KUHP sifat kejahatan luar biasa seperti korupsi jadi tereliminir apabila dimasukkan dalam buku II UU KUHP. Begitu pula dengan kejahatan extra ordinary lainnya, seperti terorisme dan narkotika," kata Abraham.

Menurut Abraham, apabila sifat extra ordinary hilang, maka konsekuensinya, lembaga-lembaga yang punya kompetensi, seperti PPATK, KPK dan BNN, menjadi tidak relevan lagi.

Selain itu, kata Abraham, ada beberapa substansi dalam RUU KUHP yang bisa menghambat penanganan pemberantasan korupsi. Salah satunya, hilangnya kewenangan penyelidikan.

"Penyadapan dilakukan pada saat proses penyidikan, maka kalau kewenangan itu dihilangkan, maka tentu akan mengganggu," ujarnya.

Penyuapan tak bisa disidik

Abraham juga menyayangkan, bahwa ada beberapa delik aturan tentang penyuapan atau gratifikasi dalam UU Korupsi, tak masuk lagi ke delik korupsi.

"Tapi masuk ke delik tindak pidana jabatan. Maka tak bisa disidik KPK," ungkapnya.

Kewenangan melakukan penyitaan, kata Abraham, juga terhambat. Sebab dalam RUU tersebut diatur penyitaan harus ada izin pengadilan.

"Waktu penahanan, waktu penyidikan, sangat singkat, cuma 5 hari. Bisa bayangkan, maka kejahatan extra ordinary kita akan sulit rampungkan berkas," keluhnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad meminta pemerintah untuk memperbaiki dan menarik kembali Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas di DPR hari ini, Rabu 19 Februari 2014.

Abraham mengirimkan surat yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR bernomor B-346/01-55/02/2014 tertanggal 17 Februari 2014.

Dalam surat itu, KPK meminta pemerintah untuk memperbaiki RUU KUHP dengan mengeluarkan seluruh tindak pidana luar biasa dari buku II RUU KUHP. Termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya yang bersifat koruptif yang merupakan delik korupsi berdasarkan UU Tipikor saat ini.

"Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP juga perlu diperbaiki lebih dahulu, antara lain adanya ketentuan khusus untuk mendukung proses penegakan hukum atas kejahatan korupsi dan kejahatan luar biasa lainnya," kata Abraham dalam surat.


Cara Cepat Hamil Alami Rahasia Dokter

Like dan share ya sobat...
Link Artikel: http://beritainfosehat.blogspot.com/2014/02/foto-isi-surat-kpk-kepada-dpr.html
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.

[FOTO] ISI SURAT KPK KEPADA DPR PEMBAHASAN RUU KUHP 2014 Surat Keberatan Ketua KPK untuk SBY Terkait RUU KUHP

Posted by Berita Info Sehat, Published at 5:38 AM and have 0 comments
Comments :

No comments:

Post a Comment