APAKAH PERLU TES KESEHATAN PRANIKAH. Kehidupan rumah tangga sering terguncang karena cacat fisik atau penyakit yang diketahui pascameni kah, baik yang dimiliki oleh suami maupun istri. Dalam sejumlah kasus, bahkan masalah ini berujung pada perpisahan keduanya. Dari sinilah, muncul gagasan pelaksanaan tes kesehatan pranikah bagi calon pasangan suami-istri (pasutri).
Tes kesehatan pranikah telah terlaksana di kawasan Eropa meski tidak ada ketentuan apakah harus menjadikannya sebagai pertimbangan menikah atau tidak. Di negara-negara Arab, tes kesehatan merupakan salah satu kebijakan otoritas setempat. Liga Arab merekomendasikan agar tes tersebut dilakukan sebelum kedua calon pasangan suami-istri melangsungkan pernikahan. Kebijakan ini diterapkan di Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Suriah, Tunisia, dan Maroko. Namun, penggunaan hasilnya opsional.
Kedua calon mempelai berhak memilih antara dua hal setelah mengetahui hasilnya: tetap menikah atau membatalkannya. Di Yordania dan Mesir, hasil tes wajib dijadikan rujukan pertimbangan. Menurut Prof Abdurrasyid Qasim dalam artikelnya yang berjudul al-Fahsh Qabl az- Zawaj, tes ini memiliki dampak positif dan negatif. Tes ini dinilai bermanfaat karena memberikan informasi terkait penyakit keturunan yang diidap salah satu calon, seperti talasemia.
Upaya ini juga membantu mencegah penyebaran penyakit, seperti penyakit menular seksual dan hepatitis. Ini akan menjaga keselamatan pasutri. Dengan demikian, bila bisa diketahui dan diantisipasi sejak dini, akan menekan risiko perceraian. Dari sisi lain, pemberlakuannya pun dianggap negatif. Ini mendorong beberapa persepsi salah dari masyarakat soal tes kesehatan itu, antara lain, tes bisa mencegah penyakit genetikal dan anggapan miring bahwa penyebab utama tes ialah nikah kerabat.
Tes ini juga dinilai memberatkan calon mempelai perempuan. Apalagi, bila hasil tes tersebut telah diketahui banyak orang. Dan, tentunya pelaksanaan tes akan menyedot anggaran yang luar biasa, baik dari pihak pe me rintah maupun calon pasutri. Karena itulah, kata Prof Qasim, para pakar fikih masa kini tidak sepakat soal hukum tes kesehatan pranikah.
Menurut kelompok pertama, pasutri wajib melakukan tes jika pemerintah memberlakukan kewajiban itu. Negara berhak menerapkan kebijak an tersebut.
Opsi ini merupakan pendapat dari beberapa ulama, di antaranya Prof Muhammad az-Zuhaili, Nashir al-Maiman, Hamdati Maul ‘Ainain, Abdullah Ibrahim Musa, Muhammad Syabir, Arif Ali Arif, dan Usamah al- Asyqar.
Menurut mereka, semangat tes tersebut sejalan dengan prinsip sya riah. Islam menekankan penting nya menjauhi petaka. Ini seperti disebutkan dalam Surah al-Baqarah ayat 195. Bila telah menjadi ketetapan pemerintah, wajib melaksanakannya. Hal ini tertuang dalam Surah an- Nisaa’ ayat 59.
Hadis Bukhari dari Abu Hurairah juga menjadi landasan. Rasulullah SAW meminta mereka yang sehat waspada akan penyakit menular. Kaidah fikih menyatakan, mengantisipasi lebih baik daripada mengobati. Pendapat kedua me nyatakan, calon pasutri berhak me mutuskan sendiri apakah akan mengikuti tes tersebut atau tidak. Tak seorang pun boleh memaksa mereka.
Namun, bila sifatnya sekadar dorongan dan motivasi dari pihak yang berwenang, langkah sosialisasi dan edukasi itu diperbolehkan. Opsi ini dipilih oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz, Abdul Karim Zaidan, Muhammad Ra’fat Utsman, dan Muhammad Abd as-Sattar as-Syarif. Menurut mereka, tes kesehatan itu tidak termasuk syarat wajib ataupun syarat sah sebuah pernikahan.
Tes kesehatan ini cukup memberatkan dari segi teknis ataupun biaya. Hal ini mengingat penemuan baru atas penyakit genetikal terus terkuak. Kini, lebih dari 8.000 penyakit genetikal telah ditemukan. Dalam Hadis Riwayat Tirmidzi, Rasulullah menegaskan dua hal pertimbangan utama untuk segera menikahkan anak, yaitu agama dan akhlak, bukan kesehatan.
Keutuhan rumah tangga memang banyak sekali faktor pendukungnya. Terkadang hanya cinta tidaklah cukup ya. Butuh pengertian dan saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tips kesehatan pranikah merupakan salah satu langkah untuk pondasi awal sikap kompromi dan menerima pasangan...apa adanya.
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
No comments:
Post a Comment