BNPB MENERAPKAN TEKNOLOGI MODIFIKASI MEREKAYASA CURAH HUJAN Biaya Modifikasi Cuaca Jakarta Habiskan Anggaran Rp40 M. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menerapkan teknologi modifikasi cuaca untuk merekayasa curah hujan dalam rangka mengatasi masalah banjir di DKI Jakarta.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Selasa 14 Januari 2014, menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan setelah ada pernyataan siaga darurat banjir oleh Gubernur DKI Jakarta pada Senin kemarin.
"Banjir yang menggenangi 42 kelurahan di Jakarta dan 5.547 pengungsi pada Minggu 12 Januari 2014 menjadi pertimbangan keluarnya siaga darurat," ujar Sutopo dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, teknologi modifikasi cuaca ini juga sebagai antisipasi puncak hujan pada Januari-Maret 2014 nanti. "Berdasarkan rata-rata hujan di Jakarta selama 100 tahun puncak hujan terjadi selama Januari hingga Maret," kata Sutopo.
Teknologi modifikasi cuaca adalah usaha campur tangan manusia dalam pengelolaan sumberdaya air di atmosfer untuk menambah dan/atau mengurangi intensitas curah hujan pada daerah suatu untuk meminimalkan bencana dengan memanfaatkan parameter cuaca. "Intinya adalah merekayasa cuaca untuk mendistribusikan hujan. Untuk antisipasi banjir Jakarta," kata Sutopo.
Ada dua strategi yaitu mempercepat hujan dan menghambat pertumbuhan awan. Pertama, adalah mempercepat hujan dikenal dengan mekanisme proses lompatan (jumping process). Ini dilakukan terhadap awan-awan di daerah upwind (yang akan memasuki Jakarta) sehingga dijatuhkan di luar Jakarta yang tidak rawan banjir seperti di Laut Jawa, Selat Sunda atau lainnya.
Awan-awan berpotensi hujan di daerah di luar Jakarta disemai dengan bahan garam (NaCl) yang memiliki sifat menyerap butir-butir air di awan sehingga terjadi hujan. Untuk itu digunakan satu pesawat Hercules C-130 TNI yang sekali terbang mampu membawa 8 ton garam dari Lanud Halim Perdanakusuma. Dua pesawat Casa 212-200 dioperasikan dari Lapangan Terbang Atang Sanjaya Bogor. Sekali terbang pesawat Casa membawa 1 ton garam. Dalam sehari penerbangan disesuaikan dengan kondisi cuaca yang ada.
"Saat ini penaburan bahan semai di dalam pesawat dilakukan dengan peralatan mekanis seeding. Tidak menggunakan manual lagi karena untuk antisipasi korosi pesawat terbang," kata Sutopo.
Metode kedua, ia melanjutkan, adalah dengan menempatkan 24 Ground Based Generator (GBG) dan Ground Particle Generator (GPG) di beberapa tempat di Jakarta. Alat ini mengeluarkan gas dan partikel-partikel bahan semai berupa butiran garam yang sangat halus ke dalam awan yang baru tumbuh. Bahan ini akan menyerap uap air dan membentuk butir-butir halus yang berlaku sebagai pesaing bagi butir-butir awan yang ada. Metode ini akan menghambat pertumbuhan awan (competition mechanism) sehingga hujannya tidak besar intensitasnya.
BNPB bekerjasama dengan (Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Kementerian Pekerjaan Umum serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam pelaksanaan teknologi modifikasi cuaca ini.
Total biaya untuk rekayasa cuaca ini mencapai Rp20 miliar karena mencakup operasional pesawat terbang, pengadaan bahan semai, pembuatan mekanisasi seeding, tenaga ahli dan teknis, dan sebagainya.
"BNPB siap untuk menanggung semua dana tersebut yang diambilkan dari dana siap pakai BNPB. Pemda DKI masih kesulitan untuk sharing karena APBD masih belum ada persetujuan DPRD dan masih memerlukan waktu yang panjang," kata Sutopo.
Rekayasa cuaca ini menargetkan intensitas hujan di Jakarta turun 35 persen dari hujan normalnya. Biaya Rp20 milyar dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan dampak kerusakan dan kerugian akibat banjir di Jakarta. Sebagai gambaran, kerugian dan kerusakan banjir di Jakarta pada tahun 2007 sebesar Rp3,8 trilyun, sedangkan banjir Januari 2013 lalu menyebabkan kerugian dan kerusakan Rp7 trilyun.
"Kerugian dan kerusakan tersebut meliputi perumahan dan permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial budaya, dan lintas sektor," kata Sutopo.
Ia menambahkan, untuk mendukung operasional dikerahkan 2 radar cuaca. Saat ini sudah diproduksi 42 ton NaCl dan bahan lainnya. Tidak ada dampak lingkungan dari TMC, baik kualitas air hujan maupun berkurangnya pasokan air. Kondisi tanah Jakarta sudah jenuh air pada musim penghujan dan hanya mengurangi potensi hujannya. "Bahan yang digunakan adalah NaCl yang tidak akan mencemari air hujan," kata Sutopo.
BNPB dan BPPT pun dinyatakan telah berpengalaman melakukan TMC untuk antisipasi banjir, di antaranya pengamanan SEA Games di Palembang (2011), PON di Riau (2012), Pekan Olahraga Negara-Negara OKI (2013), antisipasi banjir Jakarta Januari-Februari 2013, dan antisipasi banjir lahar dingin di Merapi 2013.
Tim Rekayasa Cuaca Tebar Garam di Langit DKI
Tim rekayasa cuaca mulai melakukan operasi modifikasi cuaca di kawasan Jabodetabek, Selasa 14 Januari 2014. Tim yang terdiri dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan TNI Angkatan Udara menggunakan dua buah pesawat pengangkut Hercules dan Casa 212-200. Kedua pesawat ini dibantu satu buah helikopter Colibri sebagai pemantau kondisi di darat.
"Dengan dilakukannya teknologi modifikasi cuaca (TMC) ini kita menggunakan dua metode. Mempercepat proses awan menjadi hujan dan jumping process terhadap awan-awan yang sedang tumbuh di daerah Jabotabek agar bergeser keluar Jabotabek," kata Kepala UPT Hujan Buatan, BPPT Heru Widodo di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Selasa 14 Januari 2014.
Heru menjelaskan, tahun ini proses TMC Jabotabek menggunakan teknologi baru. Consule TMC (peralatan mekanisasi seeding) dan modifikasi ramp door pada pesawat Hercules C-130. Menurutnya, consule ini berbentuk tangki yang diletakkan dalam satu konstruksi rangka yang dilengkapi dengan roda. Setiap Consule berisi 3 (tiga) tangki, kapasitas setiap tangki sekitar 850 kg.
Dengan sistem consule TMC ini lanjut Heru, sebaran bubuk garam di dalam kabin pesawat dapat diminimalisir dan ancaman korosi pada pesawat Hercules dapat dicegah, karena Consule TMC dirancang bekerja dengan kondisi pressurized sistem.
"Kami telah berhasil membuat enam buah consule TMC. Ini disiapkan untuk modifikasi cuaca Jabotabek," ucap Heru.
Dengan teknologi baru ini, Heru berharap efektifitas kerja semakin cepat. "Dengan teknologi ini penyemayan garam di atas awan bisa dilakukan dalam waktu sekitar 15 menit. Jauh lebih efektif dibanding dahulu dengan merobek karung garam dan menyebarkan secara manual. Selain itu penyebaran garam akan lebih tepat sasaran," katanya.
Dari catatan BPPT hasil TMC tahun lalu hujan di wilayah Jaotabek berkurang 35 persen. "Dengan teknologi baru tahun ini kita harapkan lebih. Berapa besarannya kita lihat nanti setelah TMC selesai. Intinya penyemayan garam kita akan lakukan setiap hari hingga dua bulan ke depan," kata Heru.
Selain itu proses penyemayan awan yang dilakukan menggunakan menggunakan bahan ramah lingkungan."Yang kita gunakan sejenis garam dapur yang tidak berdampak buruk pada lingkungan termasuk bila jatuh langsung ke tanah," ucapnya.
Modifikasi Cuaca Jakarta Habiskan Anggaran Rp40 M
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hari ini menggelar operasi modifikasi cuaca di langit Jakarta dan sekitarnya. Operasi ini akan berlangsung selama dua bulan ke depan.
Kepala BNPB Syamsul Maarif mengungkapkan, operasi menggunakan teknologi itu akan menghabiskan anggaran daerah sebesar Rp40 miliar. "Dana ini bersumber dari anggaran operasi BNPB yang bersumber dari APBN dan APBD Pemprov DKI," kata Syamsul di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 14 Januari 2014.
Dalam operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hari ini, BNPB terpaksa menombok lebih dulu karena anggaran dari Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp20 miliar belum cair. Syamsul mendapat kabar, pencairan anggaran tersebut masih menunggu ketok palu DPRD DKI Jakarta.
Sementara waktu, operasi ini dibiayai dari dana tanggap darurat BNPB. Menurut Syamsul, BNPB punya dana tanggap darurat bencana sebesar Rp100 miliar. Dana ini bersifat standby dan bisa dicairkan kapan saja bila ada bencana di wilayah Indonesia.
Syamsul juga menjelaskan mengapa operasi TMC sangat mahal. Penyebab pertama, kata dia, harga berbagai material untuk penyemaian hujan memang mahal. "Selain itu, ongkos opersional sebuah pesawat tidak bisa dibilang murah," katanya.
TMC ini akan dibantu pesawat Hercules, Casa 212-200, dan satu buah helikopter Colibri sebagai pemantau kondisi di darat merupakan bantuan dari TNI AU.
Adapun operasi TMC tersebut merupakan tindak lanjut dari status Siaga Darurat Banjir DKI Jakarta yang dicanangkan Gubernur Joko Widodo, kemarin. Senin 13 Januari 2014, sebagian wilayah Jakarta dan sekitarnya direndam banjir setelah hujan terus mengguyur sejak Minggu 12 Januari lalu.
Link Artikel: http://beritainfosehat.blogspot.com/2014/01/bnpb-menerapkan-teknologi-modifikasi.html
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
No comments:
Post a Comment