PROSES AWAL PRODUKSI FILM 'SOEKARNO' HINGGA TIMBUL MASALAH Ide Film 'Soekarno'. Proses panjang produksi film 'Soekarno' yang harusnya berbuah manis, tersandung permasalahan yang timbul sebagai buntut mundurnya kerjasama antara Rachmawati dan pihak Multivision Plus Picture (MVP). Menyikapi tudingan-tudingan yang dilontarkan pihak Rachmawati, Hanung dan MVP pun menunaikan hak jawabnya.
"Sebenarnya awal gagasan buat film Soekarno dimulai usai saya buat 'Sang Pencerah.' Kita punya optimisme biopik disukai, 'Sang Pencerah' mencapai 1,2 juta penonton yang tokohnya mungkin kurang populer di kalangan anak muda secara luas. Kemudian saya tawarkan ke Pak Raam (Punjabi)," ujar Hanung membuka percakapan.
Dalam perjalanannya, proses produksi mengalami masalah hingga Hanung menguburkan sementara ide pembuatan film Soekarno. Sampai suatu hari Rachmawati Soekarno Putri menelepon Hanung dan mengundangnya ke acara pementasan opera Maha Guru. Dari situ, Rachmawai mengajak Hanung untuk bikin film.
"Oh kebetulan, saya dan Pak Raam juga punya rencana. Ini sinergi yang baik karena ada perwakilan keluarga. Kemudian dibuat pengkristalan ide film Soekarno mau kayak apa. Soekarno sosok yang kompleks, dari lahir hingga meninggal aja bisa 10 film," lanjut Hanung.
Hanung kemudian mengusulkan agar membeli hak untuk mengadaptasi buku 'Penyambung Lidah Rakyat' karya Cindy Adams karena mengadaptasi film dari buku akan lebih mudah secara hukum. Apalagi menurut Hanung, buku itu adalah satu-satunya biografi yang diakui Bung Karno.
"Tapi bu Rahma tidak mau dan ingin membuat dari awal. Kemudian kami diskusi untuk membedah, dan bikin tim riset. Di situ kita sama-sama membedah dari Soekarno lahir 1901 hingga meninggal pada 1970. Jadi kita belajar sejarah," jelas Hanung.
Pandangan serta sumber-sumber buku untuk film dari berbagai tim ahli disatukan hingga sepakat akan dibuat tiga film, 'Soekarno: Indonesia Menggugat' yang membahas Soekarno lahir hingga menyusun pledoi yang sangat terkenal tentang pembelaan Bung Karno saat di sidangkan di Landraad Bandung, pada tahun 1930, kemudian 'Soekarno: Indonesia Merdeka' dan 'Soekarno: Hari-hari Terakhir'.
Tetapi dari berbagai macam pertimbangan produser akhirnya dikerucutkan menjadi dua film. Dari hasil diskusi kemudian Rachmawati meminta agar 'Hari-Hari Terakhir' difilmkan terlebih dahulu, tetapi Hanung menolak.
"Buat saya itu riskan karena akan meninggalkan kontroversi akan melewatkan tahun 1965. Saya nggak mau dan saya pilih 'Indonesia Merdeka' karena ingin memunculkan sosok pahlawan. Saya nggak tahu Ibu Rachma kenapa keukeuh untuk 'Hari-Hari Terakhir'," ucap hanung lagi.
"Dari diskusi itu, ide muncul dari tidak satu pihak tapi dari banyak pihak. Kalau ditanya siapa yang inisiasi, tidak bisa dibilang satu pihak. Karena Soekarno sosok yang inspiratif," tambah Hanung menjawab tudingan bahwa pihaknya mengambil ide Rachmawati.
Setelah diskusi yang alot, akhirnya Rachmawati setuju dengan sikap Hanung dan MVP yang akan memfilmkan 'Indonesia Merdeka'. Tetapi ketika skenario baru dibuat sampai draft ke-13 (dari 18 draft), Rachmawati mengundurkan diri dan membatalkan perjanjian. Hal yang memicunya adalah pemilihan Ario Bayu sebagai pemeran utama, sedangkan Rachmawati lebih sreg pada Anjasmara.
"Munculnya konflik berawal dari hal sederhana sekali karena pemeran, jadi berimbas menjadi bola salju," tambah kuasa hukum MVP Rivai Kusumanegara.
Rivai juga mengatakan bahwa pihak MVP berusaha mediasi, namun Rachmawati tetap pada keputusannya. "Dari perjanjian tertulis beliau bersama Yayasan Pendidikan Soekarno akan mengambil 'Hari-hari Terakhir Bung Karno', akan bikin sendiri," ujar Rivai.
Hanung juga membantah tudingan melanggar hak cipta dari Rachmawati. "Sejujurnya demi Allah, saya tidak pernah menerima skenario dari maha guru (pementasan opera tentang Soekarno dari Rachmawati). Saya nonton, iya, bahkan saya beri masukan saat gladi resik," ucap Hanung.
"Kami ingin segera selesai. Kami membuka pintu perdamaian. Tapi kalau ingin diuji kebenarannya di pengadilan, kami siap. Kami sangat tersinggung disebut pencuri," ujar Humas MVP Aris Muda.
Digugat Hak Cipta, MVP Klaim Tak Pernah Gunakan Naskah Milik Rachmawati
Multivision Plus Picture (MVP), Dapur Films dan Mahaka Pictures sebagai produser prihatin dengan permintaan pihak-pihak tertentu untuk menurunkan film 'Soekarno: Indonesia Merdeka' dari peredaran. Apalagi film tersebut dinilai melanggar hak cipta oleh pihak Rachmawati Soekarno Putri.
Rachmawati sudah mengajukan gugatan hak cipta ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga keluar Penetapan Sementara dengan nomor: 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal 11 Desember 2013. Isi dari Penetapan Sementara itu memerintahkan untuk menghentikan penyiaran, menyebarluaskan, pengumuman terkait film 'Soekarno' khusus pada adegan sebagaimana tertulis dalam skrip halaman 35, berupa adegan "dan tangan polisi militer itu melayang ke pipi Sukarno beberapa kali. Saking kerasnya Sukarno sampai terjatuh ke lantai" dan adegan "Popor senapan sang polisi sudah menghajar wajah Sukarno."
Mengingat adegan-adegan yang dilarang dalam penetapan tersebut nyatanya tidak ada di film "Soekarno: Indonesia Merdeka" yang sedang beredar, maka MVP merasa berhak tetap mengedarkan film di bioskop. MVP juga telah menyerahkan skrip dan master film pada 13 Desember ke juru sita pengadilan untuk mematuhi penetapan sementara yang dikeluarkan.
Selain itu, mengenai tudingan pelanggaran hak cipta, kuasa hukum MVP Rivai Kusumanegara mengatakan bahwa kliennya tidak pernah menggunakan dalam bentuk apapun baik naskah ataupun nama "Bung Karno: Indonesia Merdeka" yang diakui sebagai milik Rachmawati. Apalagi MVP juga merasa sudah mendaftarkan Hak Cipta film 'Soekarno' pada 21 Mei 2013.
"Adapun film milik klien kami yang sedang beredar adalah berjudul 'Soekarno' sebagaimana Tanda Pendaftaran Pembuatan Film Seluloid No. 41/TPP-FS/DIR.PIP/IV/2013 Jo. No.216/Dit.PIP/V/2013 tanggal 15 Mei 2013 dengan penulis skenario Hanung Bramantyo dan Ben Sihombing," ujar Rivai dalam pernyataannya yang disampaikan di jumpa pers, Raja Ketjil, Citiwalk, Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2013).
Pihak MVP juga menolak tudingan 'kebal hukum' karena hingga saat ini, mereka mematuhi proses hukum yang tengah berjalan. "Ada 4 serangan hukum yang kami terima, dan semuanya kami ikuti prosesnya dan kami akan menggunakan hak-hak hukum kami dengan menunjukkan bukti-bukti yang sah di pengadilan," lanjut Rivai.

Link Artikel: http://beritainfosehat.blogspot.com/2013/12/proses-awal-produksi-film-soekarno.html
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
No comments:
Post a Comment