PENYEBAB RPH 2013 BELUM DISEPAKATI KAPAN PEMILU Alasan MK Molor Putuskan Pemilu Serentak 2014. Hakim Konstitusi Harjono mengakui bahwa perkara uji materiil UU Pemilihan Presiden (Pilpres) yang diajukan pakar komunikasi politik Effendi Gazali sudah masuk dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Maret 2013. Dalam rapat itu, delapan hakim sepakat: pemilu digelar serentak.
Harjono menegaskan bahwa penundaan pelaksaan putusan MK bukan hanya terjadi kali ini saja. Dalam putusan nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 bertanggal 19 Desember 2006, MK memerintahkan agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri, paling lambat tiga tahun sejak dikeluarkannya putusan MK tersebut. "Kami nggak hanya murni berpikir secara hukum saja. Kami juga harus menjamin pelaksanaan tidak chaos," tegasnya.
Terkait aturan threshold, kata Harjono, MK menyerahkannya ke pembuat undang-undang. "Jika undang-undang memuat threshold, lalu ada orang yang mempermasalahkan, itu hak mereka," jelas dia.
Diberitakan sebelumnya, MK menyatakan Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, MK menyatakan, pemilihan legislatif dan presiden harus digelar serentak.
Namun, MK menilai, pemilu serentak tak bisa dilaksanakan pada tahun 2014. "Karena jangka waktu yang tersisa tidak cukup memadai untuk membuat Perppu yang baik dan konprehensif," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan Mahkamah, kemarin.
Meskipun menjatuhkan putusan tersebut, menurut MK, penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu anggota legislatif tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional.
Alasan MK Molor Putuskan Pemilu Serentak
Hakim Konstitusi Harjono mengungkapkan, kasus yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjadi salah satu penyebab molornya pembacaan putusan uji materiil UU Pemilihan Presiden yang diajukan Effendi Gazali. Kamis kemarin, MK mengabulkan gugatan itu.
"Kasus Akil ditangkap dan kita semua buang energi untuk mempertahankan kredibilitas MK, jadi terpaksa tertunda (pembacaan putusan)," ujar Harjono di kantornya, Jumat, 24 Januari 2014.
Selain itu, kata Harjono, perkara pilkada pun banyak dan ada pergantian Ketua MK dari Akil Mochtar ke Hamdan Zoelva. "Kalau isi putusannya sudah selesai, tapi redaksinya sampai sehari dibacakan pun --kalau kita lihat-- ada kekurangan yang tidak menyangkut isi putusan. Itu bisa saja kita ubah, itulah yang terjadi," ungkap dia.
Meski demikian, Harjono membantah jika ada tekanan dari partai politik yang mempengaruhi putusan itu. "Menekannya gimana? Apakah kalau tidak dipenuhi lalu kita dipecat? Lewat mana memecatnya? Jadi bentuk tekanannya apa? Nggak ada itu," tegas dia.
Seperti diketahui, MK menyatakan Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) yang dimohonkan judicial review oleh pakar komunikasi Effendy Gazali, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Mahkamah beralasan jika Pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2014, maka tahapan Pemilu yang saat ini sedang berlangsung menjadi terganggu dan terhambat karena kehilangan dasar hukum.
"Pemilu serentak tidak bisa dilaksanakan pada tahun 2014 karena jangka waktu yang tersisa tidak cukup memadai untuk membuat Perppu yang baik dan konprehensif," kata Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
Meskipun menjatuhkan putusan tersebut, menurut MK, penyelenggaraan Pilpres dan Pemilu anggota legislatif tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak dengan segala akibat hukumnya harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional.
Link Artikel: http://beritainfosehat.blogspot.com/2014/01/penyebab-rph-2013-belum-disepakati.html
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
Rating Artikel: 100% based on 9999 ratings. 99 user reviews.
No comments:
Post a Comment